Rabu, 15 Mei 2013

Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat allah SWT karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya makalah yang berjudul “Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan” dapat kami selesaikan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW. Keluarga, Sahabat serta Umatnya yang senantiasa mengikuti dan mengamalkan ajarannya.
Untuk menganalisa secara ilmiah tentang gejala-gejala dan kejadian sosial budaya di masyarakat sebagai proses-proses yang sedang berjalan atau bergeser memerlukan konsep-konsep dalam menganalisa proser pergeseran masyarakat dan kebudayaan dalam sebuah penelitian Antropologi dan Sosiologi yang disebut Dinamika Sosial (Social Dinamic).
“Tak ada Gading Yang tak retak” begitulah kata pepatah. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga makalah ini dapat bermamfaat bagi setiap pembacanya.
                                                                                               
                                                                                                Lasusua, 10 November 2012
                                                                                                
                                                                                                 
                                                                                                Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang
Effendi, R (2006) mengemukakan bahwa masyarakat merupakan kelompok atau kolektivitas manusia yang melakukan antar hubungan, sedikit banyaknya bersifat kekalm berlandaskan perhatian dan tujuan bersama, serta telah melakukan jalinan secara berkesinambungan dalam waktu yang relatif lama.
E.B Taylor (2007) mengungkapkan bahwa kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Koentjaraningrat (2003) mengungkapkan bahwa untuk menganalisa proses-proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan, termasuk lapangann penelitian antropologi dan sosiologi yang disebut dinamika sosial diantara konsep-konsep yang terpenting ada yang mengenai proses-proses belajar kebudayaan sendiri, yakni internalisasi, sosialisasi dan enkulturasi. selain itu ada proses perkembangan kebudayaan umat manusia (atau evolusi kebudayaan) Dari bentuk-bentuk kebudayaan yang sederhana hingga yang makin lama makin kompleks yang dilanjutkan dengan proses penyebaran kebudayaan–kebudayaan yang terjadi bersama dengan perpindahan bangsa-bangsa dari muka bumi. Proses lainnya adalah proses perkenalan budaya-budaya asing yang disebut “proses akulturasi” dan proses pembaruan yang disebut  “asimilasi” dan yang berkaitan erat dengan penemuan baru yang disebut “inovasi”.

B.        Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang Masalah maka dapat dirumuskan suatu pokok masalah yang kemudian disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.      Apa konsep-konsep mengenai pergeseran masyarakat dan kebudayaan?
2.      Bagaimana proses belajar kebudayaan sendiri?

C.        Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dalam kajian ini adalah untuk mengetahui konsepsi-konsepsi mengenai pergeseran masyarakat dan kebudayaan, proses belajar kebudayaan sendiri, proses evolusi sosial, proses difusi, akulturasi dan pembaharuan atau asimilasi dan perubahan atau inovasi.


BAB II
PEMBAHASAN
DINAMIKA MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN

A.    Konsepsi-Konsepsi Mengenai Khusus Mengenai Pergeseran Masyarakat dan Kebudayaan
Dalam Bab ini, konsep yang kita perlukan apabila kita ingin menganalisa secara ilmiah gejala-gejala dan kejadian-kejadian sosial budaya disekeliling kita sebagai proses yang sedang berjalan dan bergeser.  semua konsep yang kita perlukan apabial kita ingin menganalisa proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan , termasuk lapangan penelitian ilmu antropologi dan sosiologi yang disebut dinamika sosial.
Diantara konsep yang terpenting ada yang mengenai proses belajar kebudayaan oleh warga masyarakat yang bersangkutan, yaitu internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi. Ada juga proses perkembangan kebudayaan umat manusia pada umumnya yang sederhana, sehingga bentuk-bentuk yang lama semakin kompleks, yaitu evolusi kebudayaan. Kemudian dap roses penyebaran kebudayaan secara geografi terbawa oleh perpindahan bangsa-bangsa dimuka bumi, yaitu proses difusi. Proses lain adalah proses belajar unsur-unsur kebudayaan asing oleh warga suatu masyarakat, yaitu proses akullturasii dan asimilasi. Akhirnya ada proses pembaruan atau inovasi yang sangat erat kaitannya dengan penemuan baru yang disebut inovasi dan invention.

B.        Proses Belajar Kebudayaan Sendiri
1.      Proses Internalisasi
Koentjaraningrat (2003) mengunkapkan bahwa proses internalisasi adalah proses yang berlangsung sepanjang hidup individu, yaitu mulai saat ia dilahirkan sampai akhir hayatnya, sepanjang hayatnya seorang individu terus belajar untuk mengolah segala perasaan, hasrat, nafsu, dan emosi yang kemudian membentuk kepribadiannya.
Menurut Effendi, R (2006) internalisasi adalah proses pengembangan potensi yang dimiliki manusia yang dipengaruhi, baim lingkingan internal dalam diri manusia itu maupu  eksternal, yaitu pengaruh dari luar manusia.
Dapat disiimpulkan, bahwa proses internalisasi merupakan proses pengembangan atau pengolaan potensi yang dimiliki manusia, yang berlangsung sepanjang hayat, yang dipengaruhi oleh lingkungan internal maupun eksternal.
Menurut Fathoni, A (2006), proses internalisasi tergantung dari bakat yang dipunyai dalam gen manusia untuk mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat, nafsu dan emosinya. tetapi semua itu juga tergantung pada pengaruh dari berbagai macam lingkungan sosial dan budayanya. Contoh: Bayi yang lahir terus belajar bagaimana mendapatkan perasaan puas dan tidak puas.

2.      Proses Sosialisasi
Menurut Fathoni, A (2006), proses sosialisasi bersangkutan dengan proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial. Dalam prose situ seseorang individu dari masa anak-anak hingga masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam individu disekelilingnya yang menduduki beraneka macam peranan sosial yang munkin ada dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Koentjaraningrat (2003) individu dalam masyarakat yang berbeda-beda akan mengalami proses sosialisasi yang berbeda-beda karena prose situ banyak ditentukan oleh susuanan kebudayaan serta lingkungan sosial yang bersangkutan.
Menurut Effendi, R (2006) syarat terjadinya proses sosialisasi adalah:
a.       Individu harus diberi keterampilan yang dibutuhkan bagi hidupnya kelak dimasyarakat.
b.      Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan kemampuannya untuk membaca, menulis dan berbicara.
c.       Pengendalian fungsi-funsi organic harus dipelajari melalui latihan-latihan.
d.      Individu harus dibiasakan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada pada masyarakat.

3.      Proses Akulturasi
Menurut Kuntjaraningrat (2003), mengemukakan bahwa proses akulturasi merupakan proses belajar dan menyesuaikan alam pikiran serta sikap terhadap adat. system norma, serta semua peraturan yang terdapat dalam kebudayaan seseorang
Sejak kecil proses akulturasi sudah dimulai dalam alam pikiran manusia, mula-mula dari lingkungan keluarga, kemudian teman bermain, lingkungan masyarakat dengan meniru pola perilaku yang berlangsung dalam suatu kebudayaan. Oleh karena itu prosen akulturasi disebut juga dengan pembudayaan.
Akulturasi terjadi apabila suatu kelompok manusia dengan satuan kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur suatu kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu dengan lambat laun diterima dan diolah kedalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kebudayaan itu sendiri.
Proses akulturasi yang berjalan dengan baik dapat menghasilkan integasi antara unsur-unsur kebudayaan asing dengan unsur-unsur kebudayaan sendiri. Dengan demikian, unsur-unsur kebudayaan asing tidak lagi dirasakan sebagai hal yang berasal dari luar, tetapi dianggap sebagai unsur-unsur kebudayaan sendiri.

C.        Proses Evolusi Sosial
1.      Proses Microscopic dan Macroscopic dalam Evolusi Sosial
Proses evolusi dari suatu masyarakat dan kebudayaan dapat dianalisa secara mendetail (microscopic), tetapi dapat juga dilihat secara keseluruhan dengan memperhatikan perubahan-perubahan besar yang telah terjadi (macroscopic). Proses-proses sosial budaya yang dianalisa secara detail dapat memberi gambaran mengenai berbagi proses perubahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dari suatu masyarakat. Proses evolusi sosial budaya secara macroscopic yang terjadi dalam suatu jangka waktu yang panjang, dalam antropologi disebut “proses-proses pemberi arah” atau directional processes.
2.      Proses-proses Berulang dalam Evolusi Sosial Budaya
Dalam Antropologi, perhatian terhadap proses-proses berulang dalam evolusi sosial buadaya baru timbul sekitar tahun 1920 bersama dengan perhatian terhadap individu dalam masyarakat sebelumnya, Para ahli antropologi umumnya hanya memperhatikan adat istiadat yang  lazim berlaku dalam masyarakat yang mereka teliti,  tanpa memperhatikan sikap, perasaan serta tingkah laku para individu yang bertentangan dengan adat istiadat.
Dalam meneliti masalah ketegangan antara adat istiadat yang berlaku dengan kebutuhan yang dirasakan oleh beberapa individu dalam suatu masyarakat, perlu diperhatikan 2 (dua) konsep yang berbeda, yaitu:
a.       Kebudayaan sebagai kompleks dari konsep norma-norma, pandangan-pandangan dan sebagainya yang bersifat abstrak (yaitu sistem budaya).
b.      Kebudayaan sebaga sebagai serangkaian tindakan yang konkrit dimana para individu saling berinteraksi (yaitu sistem sosial).
Kedua sistem tersebut sering saling bertentangan dan dengan mempelajari konflik-konflik yang ada dalam setiap masyarakat itulah dapat diperoleh pengertian mengenai dinamika masyarakat  pada umumnya.
3.      Proses Mengarah dalam Evoksi Kebudayaan
Apabila evolusi masyarakat dan kebudayaan dipandang darii suatu jarak yang jauh dengan suatu interval yang panjang, (misalnya beberapa ribu tahun), akan menetukan arah dari sejarah perkembbangan dari masyarakat dan kebudayaan yang bersangkutan.

D.        Proses Difusi
1.      Penyebaran Manusia
Ilmu antropologi telah memperkirakan bahwa mahluk manusia dari suatu daerah dimuka bumi, yaitu sabana tropical di Afrika Timur, dan sekarang makhluk itu sudah menduduki hampir seluruh permukaan bumi ini. Ini dapat diterangkan dengan adanya proses migrasi yang disertai dengan prose penyesuaian atau adaftasi fisik dan sosial budaya dari manusia dalam jangka waktu berates ribu tahun lamanya.
Ditinjau dari segi penelitiannya maka kita dapat membayangkan berbagai macam sebab dari migrasi yang lambat dan otomatis, serta peristiwa yang menyebabkan migrasi cepat dan mendadak.
Migrasi lambat dan otommatis adalah sejajar dengan perkembangan dari manusia yang selalu banyak jumlahnya, sejak masa timbulnya dimuka bumi hingga sekarang. Prose evolusi ini menyebabkan manusia senantiasa memerlukan daerah yang makin lama makin luas.
2.      Penyebaran Unsur-Unsur Kebudayaan
Bersama dengan penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok masyarakat dimuka bumi ini, turut tersebar pula berbagai unsur kebudayaan. Penyebaran unsur-unsur kebudayaan dapat juga terjadi tanpa ada perpindahan kelompok-kelompok manusia atau bangsa-bangsa tetapi karena unsur-unsur kebudayaan itu memang sengaja dibawa oleh individu-individu tertentu, seperti para pedagang dan pelaut.
Dalam zaman modern seperti saat ini, penyebaran unsur-unsur kebudayaan tidak lagi mengikuti migrasi-migrasi kelompok, melainkan tanpa kontak langsung antar individu yang berbeda, ini disebabkan sekarang sudah banyak media-media yang membantu mempercepat persebaran kebudayaan dari satu tempat ketempat lain, seperti Televisi, radio, surat kabar dan sebagainya.

E.        Akulturasi dan Pembaruan atau Asimilasi
Akulturasi adalah proses sosial yang timbul apabila sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sehingga unsur-unsur asing itu lambat laun diterima dan diolah kedalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu.
Asimilasi timbul bila ada:
1.      Golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda.
2.      Saling bergaul langsung secara intensif dalam waktu yang lama.
3.      Kebudayaan golongan tadi berubah sifat dan wujudnya menjadi kebudayaan campuran. Golonga minoritas mengubah sifat khas unsur kebudayaan dan masuk kebudayaan mayoritas.
5 (lima) golongan masalah akulturasi, yaitu:
1.      Masalah metode untuk observasi, mencata dan melukiskan suatu proses akulturasi yang terjadi.
2.      Masalah unsur kebudayaan asing yang mudah diterima dan yang sukar diterima.
3.      Masalah unsur apa yang mudah diganti dan tidak mudah diganti atau diubah.
4.      Masalah individu yang cepat dan sukar menerima.
5.      maslah ketegangan dari krisis sosial akibat akulturasi
Dalam peneltian jalannya suatu proses akulturasi, seorang [peneliti sebaiknya memperhatikan beberapa soal khusus, yaitu:
1.      Keadaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi berjalan.
2.      Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsur-unsur kebudayaan asing.
3.      Saluran-saluran yang dimulai oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk masuk kedalam kebudayaan penerima.
4.      Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing tadi.
5.      Reaksi individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing.

F.         Pembaharuan atau Inovasi
Inovasi adalah suatu proses pembaruan dari penggunaan sumber-sumber alam, energi dan modal, pengaturan tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang semua akan menyebabkan adanya sistem produksi dan dibuatnya produk-produk baru. Suatu proses inovasi tentu berkaitan penemuan baru dalam teknologi, yang biasanya  merupakan suatu proses sosial yang melalui tahap discovery dan invension.
Faktor-faktor yang menjadi pendorong bagi seorang individu untuk memulai serta mengembangkan penemuan baru adalah sebagai berikut:
1.      Kesadaran akan kekurangan dalam kebudayaan.
2.      Mutu dari keahlian dalam suatu kebudayaan.
3.      Sistem perangsang bagi kegiatan mencipta.
Penemuan baru seringkali terjadi saat ada suatu krisis masyrakat, dan suatu krisis terjadi karena banyak orang merasa tidak puas karena mereka melihat kekurangan-kekurangan yang ada disekelilingnya.


BAB III
PENUTUP

A.        Kesimpulan
Dari uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan, yaitu:
1.      Konsep yang diperlukan untuk menganalisa prose-proses pergerakan masyarakat dan kebudayaan, termasuk lapangan penelitian antropologi dan sosiologi yang disebut Dinamika Sosial. Dari konsep dinamika sosial dapat ditarik beberapa konsep sederhana, yaitu:  konsep proses belajar kebudayaan oleh masyarakat itu sendiri, yakni internalisasi, sosialisasi, dan enkulturisasi.
2.      Dalam proses evolusi sosial dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:
a.       Proses Microscopic dan Macroscopic dalam Evolusi Sosial.
b.      Proses-proses Berulang dalam Evolusi Sosial Budaya.
c.       Proses Mengarah dalam Evoksi Kebudayaan.
3.      konsep proses penyebaran kebudayaan-kebudayaan yang terjadi bersamaan dengan perpindahan bangsa-bangsa dimuka bumi disebut  proses difusi.
4.      Akulturasi adalah proses sosial yang timbul apabila sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sehingga unsur-unsur asing itu lambat laun diterima dan diolah kedalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu.
5.      Inovasi adalah suatu proses pembaruan dari penggunaan sumber-sumber alam, energi dan modal, pengaturan tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang semua akan menyebabkan adanya sistem produksi dan dibuatnya produk-produk baru.
B.        Saran
Sebagai Penulis, kami merasa masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat kami harapkan agar penyusunan makalah ini bisa mencapai kesempurnaan.


Dinamika Masyarakat Dan KebudayaanDinamika Masyarakat dan Kebudayaan

Aneka Warna Masyarakat Dan Kebudayaan



KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmattullahi Wabarakatuh.
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Salawat dan Do’a senantiasa tercurah kepada Nabi besar kita Muhammad SAW, semoga beliau, keluarga, para sahabat serta para pengikutnya senantias mendapat tempat yang layak disisi Allah SWT. Amin.
Jangan menganggap tugas belajarmu sebagai kewajiban melainkan pandanglah itu sebagai sebuah kesempatan untuk menikmati betapa indahnya dunia pengetahuan, kepuasan hati yang diberikannya serta mamfaat yang akan diterima masyarakat apabila jerih-payahmu berhasil”. Albert Einstein
Berdasarkan kata bijak diatas, kita mengambil kesimpulan, bahwa sekecil apapun pengetahuan yang kita dapatkan, maka itu akan bermamfaat bagi kita. Semoga makalah ini bisa membantu kita dalam mengetahui dan memahami tentang “ANEKA WARNA MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN” sehingga memperoleh tambahan wawasan yang lebih luas.

Lasusua, 09 November 2012

Kelompok III






BAB I
PENDAHULUAN
A.         Latar Belakang
Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang multicultural, yang didalamnya terdapat perbedaan-perbedaan dalam banyak hal. Misalnya, perbedaan data istiadat, agama, ras, suku dan sebagainya yang seringkali menimbulkan konflik.
Masyarakat mejemuk adalah suatu masyarakat dimana sistem nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan sosial menjadi bagian yang sedemikian rupa sehingga  anggota masyarakat tersebut kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat secara keseluruhan.
Indonesia adalah salah satu negara multicultural terbesar di dunia. Kebenaran dan pernyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Sekarang ini, jumlah pulau yang ada diwilayah Negara Kesatuan Republik Indonesi (NKRI) sekitar 13.000 pulau besar dan kecil. Populasi penduduknya berjumlah lebih dari 200 juta jiwa, terdiri dari 300 suku yang menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda. Selain itu, mereka juga menganut agama dan kepercayaan yang beragam, seperti Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu serta berbagai macam aliran kepercayaan.
B.         Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Aneka Warna Masyarakat dan Kebudayaan?
2.      Konsep apa saja yang tercakup dalam Aneka Warna Masyarakat dan Kebudayaan?









BAB II
PEMBAHASAN
ANEKA WARNA MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN
A.         Konsep Suku Bangsa
1.                  Suku Bangsa
Tiap kebudayaan yang  hidup dalam suatu masyarakat yang berwujud sebagai komunitas desa, atau kota atau sebagai kelompok adat yang lain, bisa menampilkan suatu corak yang khas. Hal itu terlihat oleh orang luar yang bukan warga masyarakat bersangkutan. Seorang warga dari suatu kebudayaan yang telah hidup dari hari kehari dalam lingkunga kebudayaannya biasanya tidak melihat corak khas itu. sebaliknya, terhadap kebudayaan tetangganya, ia dapat melihat corak khasnya, terutama mengenai unsur-unsur yang berbeda menyolok dengan kebudayaan sendiri.
Corak khas dari suatu kebudayaan bisa tampil Karen kebudayaan itu menghasilkan suatu unsur yang kecil, berupa suatu unsur kebudayaan fisik dengan bentuk yang khusus atau karena diantara pranata-pranatanya ada suatu pola sosial yang khusus, atau dapat juga karena warganya manganut suatu tema budaya yang khusus. Sebaliknya, corak khas tadi juga dapat disebabkan karena ada kompleks unsur-unsur yang lebih besar. Berdasarkan atas corak khsus tadi, suatu kebudayaan dapat  dibedakan dari kebudayaan lain.
Konsep yang tercakup dalam istilah “suku bangsa” adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh suatu kesadaran dan identitas akan “kesatuan kebudayaan”, sedangkan kesadaran dan identitas tadi seringkali dikuatkan juga oleh kesatuan bahasa. Dengan demikian, kesatuan kebudayaan bukan suatu hal yang ditentukan oleh orang luar, misalnya oleh seorang ahli antropologi, ahli kebudayaan, atau ahli lainnya, dengan metode-metode analisa ilmiah, melainkan oleh warga kebudayaan yang bersangkutan itu sendiri.
Dalam kenyataan , konsep suku bangsa lebih kompleks daripada apa yang terurai diatas. Ini disebabkan karena dalam kenyataan batas kesatuan manusia yang merasakan diri terikat oleh keseragaman kebudayaan itu dapat meluas atau menyempit, tergantung pada keadaan. Misalnaya, penduduk pulau Flores di Nusa Tenggara Timur terdiri dari beberapa suku bangsa yang khusus, juga menurut kesadaran orang Flores, yaiitu orang Manggarai, Ngada, ruing, Nage-Keo, Ended an Larantuka. Keppribadia dari suku bangsa tersebut dikuatkan oleh bahasa-bahasa khusus, yaitu bahasa Manggarai, Ngada, Sikka, Ende dan sebagainya, yang berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga seoorang Manggarai tidak mengerti bahasa Sikka, orang Sikka tidak mengerti bahasa Ngada.
2.                  Aneka Warna Kebudayaan Suku Bangsa
Kecuali mengenai besar kecilnya jumlah penduduk dalam kesatuan masyarakat suku bangsa, seorang sarjana antropologi tentu manghadapi suatu perbedaan asas dan kompleksitas dari unsur kebudayaan yang menjadi pokok penelitian atau pokok deskripsi etnografinya. Dalam hal itu para sarjana antropologi sebaiknya membedakan kesatuan masyarakat suku-suku bangsa di dunia berdasarkan atas kriterium mata pencarian dan sistem ekonomi kedalam enam macam, yaitu:
a.            Masyarakat pemburu dan peramu (Hunting and Gathering societies).
b.            Masyarakat Peternak (Pastoral Societies).
c.             Masyarakat peladang (Societies of Shifting Cultifator).
d.            Masyarakat Nelayan (Fishing Communities).
e.            Masyarakat Perkotaan (Komplex Urban Societies).
Kebudayaan suku bangsa yang hidup dari berburu dan meramu pada akhir Abad ke-20 sudah hampir tidak ada dimuka bumi. mereka tinggal di daerah-daerah terisolasi di daerah pinggiran atau daerah terpencil yang karena keadaan alamnya tidak suka diganggu oleh bangsa-bangsa lain.
Pada masa kini, jumlah dari semua suku bangsa yang hidup dari berburu diseluruh dunia belum ada setengah juta orang. Dibandingkan dengan seluruh penduduk dunia yang berjumlah tiga miliar orang, maka hanya tinggal kira-kira 0,01% dari seluruh penduduk dunia yang masih hidup dari berburu. Jumlah itu semakin berkurang karena suku-suku bangsa yang berburu sudah banyak yang pindah ke kota untuk menjadi buruh.
Masyarakat yang kompleks telah menjadi objek perhatian para ahli antropologi, terutama sesuda Perang Dunia II. Pada masa itu, timbuul banyak negara baru bekas jajahan , dengan penduduk yang terdiri dari banyyak suku bangsa, golongan, bahas, agama, dalam wadah satu negara nasional yang merdeka.
B.         Konsep Daerah Kebudayaan
Suatu daerah kebudayaan atau Culture Area merupakan suatu penggabungan atau penggolongan (yang dilakukan oleh ahli-ahli antropologi) dari suku-suku bangsa yang dalam masing-masing kebudayaannya yang beraneka warna mempunyai beberapa unsur dari ciri mencolok yang serupa. Sistem penggolongan daerah kebudayaan yang sebenarrnya merupakan suatu sistem klasifikasi yang mengklaskan beraneka suku bangsa yang terbesar disuatu daerah atau benua besar, dalam golongan berdasarkan atas beberapa persamaan unsur dalam kebudayaannya. Hal ini untuk memudahkan gambaran menyeluruh dalam hal penelitian analisa atau penelitian komperatif dari suku-suku bangsa di daerah atau benua yang bersangkutan.
Suatu daerah kebudayaan dikelompokkan kedalam satu golongan. Kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain berbeda. Perbedaan itu dari segi wujud unsur kebudayaan fiisik, misalnya alat-alat berburu/bertani, alat transportasi, senjata, bentuk-bentuk ornament, bentuk dan gaya pakaian, tempat kediaman, dan sebagainya. Selain itu juga, ada perbedaan dari sistem sosial atau sistem budaya, seperti unsur-unsur organisasi kemasyarakatan, perekonomian, upacara keagamaan, cara berpikir, dan adat istiadat.
C.         Daerah-daerah Kebudayaan di Amerika Utara
9 (Sembilan) daerah kebudayaan di Amerika Utara menurut klasifikasi Clark Wissler adalah:
a.      Daerah kebudayaan Eskimo
Kebudayaan Eskimo meliputi suku-suku bangsa pemburu binatang laut di pantai utara dan barat laut Kanada, serta pantai pulau-pulau yang berhadapan dengan pantai kanada, seperti Befinland, Greenland yang telah mengadaftasikan diri terhadap kehidupan d daerah sebelah utara garis pantai dan didalam suatu alam yang sangat dingin dengan banyak es dan salju keras. contoh suku bangsa dari daerah ini: Eskimo Ninivakmiut di Alaska. Eskimo Iglulik dipantai bagian utara dari teluk Hudson, dan Eskimo Angmasalik di pantai tenggara pulau Greenland.
b.      Daerah Kebudayaan Yukon-Mackenzie
Yang meliputi suku-suku bangsa pemburu binatang hutan koniferus di Kanada Barat Laut. Seperti beruang atau binatang-binatang buruan yang lebih kecil, serta penangkapan ikan di sungai-sungai besar Yukon dan Mackenzie, serta anak-anak sungai. Dibeberapa tempat, adapula suku-suku bangsa yang musim-musim tertentu memburu binatang rusa Reindeer. Salju yang lembut yang banyak di daerah itu telah menyebabkan berkembangnya alat sepatu salju. Contoh suku bngsa yang ada di daerah ini adalah Tanana di hulu Sungai Yukon, Kaska di Hulu Sungai Mackenzie, dan Chipwayan di daerah Danau-danau di Kanada Utara.
c.       Daerah Kebudayaan Pantai Barat Laut
Yang meliputi suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun yang hidup di desa-desa tepi pantai barat laut Kanada, atau di tepi Pantai pulau-pulau yang berhadapan dengan Pantai Kanada. Suku bangsa itu hidup dari perikanan (ikan Salmon) dan memburu ikan paus di laut terbuka. Ciri yang mencolok dari kebudayaannya adalah upacara-upacara Tjotenisme dengan suatu seni patung kayu yang berkembang luas, seni tenun yang indah, dan adat istiadat sekitar Potlatch, yaitu pesta-pesta besar dimana kelompok-kelompok kekerabatan yang berasal dari desa-desa lai saling bersaing secara berlebihan dalam hal memamerkan kekayaan. Contoh suku bangsa dari dareh ini adalah Tlinggit, Haida dan Kwakiutl.
d.      Daerah Kebudayaan Dataran Tinggi
Yang meliputu suku-suku bansa bermasyarakat rumpun hidup di desa-desa, di rumah-rumah dibawah tanah dalam musim dingin (semi subterranean winter dwellings) dan rumah-rumah jerami untuk musim panas. Mata pencarian adalah perikanan dan meramu tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Contoh suku bangsa ini adalah Kutensi, Klamat dan Yurok.
e.      Daerah Kebudayaan Plains
Yang meliputi suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun yang sampai kira-kira abad ke-19 tersebar di daerah stepa-stepa maha luas, yaitu di daerah Prairie atau Plains diantara sungai besar Mississippi dan deret pegunungan Rocky yanghidup dan berburu binatang banten, bison dengan kuda (yang pemakaiannya mereka pelajari dari orang Spanyol). Sekarang dengan musnahnya bison , orang Indian Prairie sudah mempunyai mata pencarian hidup lain atau sudah trsebar di kota-kota. contoh suku bangsa dari daerah ini adalah Crow Omaha da Comanche.
f.        Daerah Kebudayaan Hutan Timur
Yang meliputi suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun yang tersebar di daerah-daerah sekitar bagian Timur Laut, dan yang hidup berdasarkan pertanian menetap dengan jagung, sebagai tanaman pokok. Suku bangsa itu umumnya hidup di desa-desa dengan rumah-rumah panjang yang terbuat dari kulit pohon untuk musim panas dan rumah-rumah setengah bola yang juga terbuat dari kulit pohon untuk musim dingin (Wigwam). Contoh suku bangsa ini adalah Winnebago, Huron dan Iroquois.
g.      Daerah Kebudayaan Dataran Kalifornia (California Great Basin)
Yang meliputi suku-suku bansa bermasyarakat rumpun yang hidup dari berburu dan mengumpulkan biji-bijian. Mereka tinggal dalam rumah-rumah jerami dan terkenal dengan keindahan seni anyamannya. Contoh suku bangsa ini adalah Miwook, Washo dan Ute.
h.      Daerah Kebudayaan Barat Daya
Yang meliputi suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun tang tersebar di daerah gurun dan setengah gurun, dan hidup dari pertanian intensif di lembah-lembah sungai. Suku-suku bangsa itu tinggal di desa-desa berumah persegi, bertingkay-tingkat yang terbuat dari tanah liat (Pueblo), dan yang sering di bangun diatas puncak gunung karang yang tinggi curam untuk keperluan pertahanan. Contoh suku bangsa ini adalah Apache, Navaho, Zuni Peublo, Hopi Pueblo, dan Santa Clara Pueblo.
i.        Daerah Kebudayaan tenggara
Yang meliputii suku-suku bangsa bermasyarakat rumpun yang bercocok tanam intensif dengan cangkul dan menanam jagung, labu-labuan dan tembakau sebagai tanaman pokok.
Mereka hidup dalam desa dengan rumah-rumah berbentuk persegi panjang yang tergabung dalam federasi-federasi desa  yang luas. Dalam kehidupan keagamaannya, mereka telah mengembangkan suatu sistem upacara yang luas terpusat pada pemujaan matahari. Contoh suku bangsa ini adalah Cherokee, Seminole dan Chowtow.
j.        Daerah Kebudayaan Meksiko
Yang meliputi suku-suku bangsa bermasyarakat rakyat pedesaan yang berorientasi terhadap peradaban kota yang banyak terpengaruh oleh kebudayaan Spanyol dan agama Katolik. Dalam zaman sebelum orang Spanyol datang, rakyat pedesaan berorientasi pada suatu peradaban tinggi di kota-kota besar dan bangunan kuil-kuil yang indah, pusat penyembahan mmatahari, yang dilakukan denga upacara-upacara luas dengan korban manusia. Rakyat hidup bercocok tanam di lading dengan jagung, kentang, labu-labuan tembakau, dan kapas sebagai tanaman pokok.
D.         Daerah-daerah Kebudayaan di Asia
Pada hakikatnya suatu benua besar seperti Asia terlampau besar perbedaan sifat-sifatnya untuk dapat dibagi sebagai keseluruhan kedalam daerah-daerah kebudayaan. Kalau kita ambil bagian-bagian khusus dari benua itu, misalnya Asia Barat Daya, Siberia, Asia Selatan, atau daerah lain yang mengklasifikasikan aneka warna kebudayaan dalam bagian khusus itu kedalam daerah-daerah kebudayaan, maka baru klasifikasi itu ada artinya.
Kawasan Asia menurut Kroeber dengan beberapa perubahan, kedalam tujuh bagian, yaitu:
1.                  Daerah Kebudayaan Asia Tenggara.
2.                  Daerah Kebudayaan Asia Selatan.
3.                  Daerah Kebudayaan Asia Barat Daya.
4.                  Daerah Kebudayaan China.
5.                  Daerah Kebudayaan Stepa Asia Tengah.
6.                  Daerah Kebudayaan Siberia.
7.                  Daerah Kebudayaan Asia Timur Laut.
8.                  Suku-suku bangsa Indonesia.
Klasifikasi dari aneka warna suku bangsa di Indonesia biasanya masih berdasarkan sistem lingkaran hukum adat yang mula-mula disusun oleh Van Vallenhoven. Sistem yang tergambar dalam peta  membagi Indonesia kedalam 19 daerah, yaitu:
1.            Aceh
2.            Sulawesi Selatan
3.            Gayo-Alas dan Batak
4.            Ternate
5.            Nias dan Batu
6.            Ambon Maluku
7.            Minangkabau
8.            Kepulauan Barat Daya
9.            Mentawai
10.        Papua (Irian)
11.        Sumatera Selatan
12.        Timor
13.        Enggano
14.        Bali dan Lombok
15.        Melayu
16.        Jawa Tengah dan timur
17.        Bangka dan Beliton
18.        Surakarta dan Yogyakarta
19.        Kalimantan
20.        Jawa Barat
21.        Sangir-Talaud
22.        Gorontalo
23.        Toraja

E.         Ras, Bahasa dan Kebudayaan
Sejumlah manusia yang memiliki ciri-ciri ras tertentu yang sama, belum tentu mempunyai bahasa induk yang termasuk satu keluarga bahasa, apalagi mempunyai satu kebudayaan yang tergolong satu daerah kebudayaan. Diantara sejumlah manusia itu, misalnya da beberapa orang Thai, Khmer dan beberapa orang Sunda. Ketiga golongan tersebut mempunyai ciri-ciri ras yang sama, yang dalam Ilmu Antropologi-fisik disebut ciri-ciri ras Paleo-Mongoloid. Namuun bahasa induk masin-masing orang tadi termasuk keluarga bahasa yang berlainan. Bahasa Thai termasuk keluarga bahasa Sino-Tibotani, Bahasa Khmer termasuk keluarga bahasa Austro-Asia, dan bahasa Sunda termasuk keluarga bahasa Austronaesia. Kebudayaan Thai dan Khmer terpengaruh oleh agama Budha Theravada, kebudayaan Sunda terpengaruh oleh agama Islam.
Ada sejumlah manusia yang memiliki ciri-ciri ras yang berbeda, tetapi mempergunakan beberapa bahasa induk yang berasal dari satu keluarga bahasa, sedangkan kebudayaan mereka berbeda, seperti orang Huwa di daerah pegunungan Madagaskar, dengan orang Jawa, dan  orang Papua daerah pantai Utara Papua. Orang Huwa memiliki ciri-ciri Ras Negroid dengan beberapa unsur ras Kaukasoid Arab, orang Jawa memiliki ciri-ciri Ras Mongoloid-Melayu, dan orang Papua memiliki  ciri-ciri Ras Melanosoid.
Tetapi ketiga golongan manusia tersebut mempergunakan bahasa yang termasuk satu induk, yaitu bahasa Huwa, bahasa Jawa, dan bahasa Bugis, yang walaupun berbeda antara yang satu dengan yang lain, tetapi termasuk keluarga bahasa Austronesia. Kebudayaan orang Huewa adalah kebudayaan pertanian, dengan irigasi, yang dikuasai kerajaan kuno Imerina, dengan agama pribumi dan kini terpengaruh Agama Katolik. Kebudayaan Huwa digolongkan kedalam daerah kebudayaan Madagaskar. Kebudayaan Jawa adalah kebuyaan pertanian dan irigasi yang hidup untuk  sebagian besar dalam  masyarakat pedesaan yang dulu dikuasai  oleh suatu rangkaian kerajaan-kerajaan kuno sejak Abad ke-9, dengan Hindu dan Budha Mahayana yang kemudian terpengaruh oleh agama Islam.
Dalam zaman sekarang ini, dimana komunikasi manusia dan mobilitas manusia seluruh penjuru bumi makin meluas maka pembauran antara manusia dari aneka warna ras, bahasa dan kebudayaan  makin intensif. Namun untuk keperluan analisa antropologi secara historis perlu mengetahui pola-pola penyebaran yang asli dari aneka warna ras, bahas dan kebudayaan di muka bumi.
















BAB III
PENUTUP
A.         Kesimpulan
Konsep yang tercakup dalam istilah “suku bangsa” adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh suatu kesadaran dan identitas akan “kesatuan kebudayaan”, sedangkan kesadaran dan identitas tadi seringkali dikuatkan juga oleh kesatuan bahasa. Dengan demikian, kesatuan kebudayaan bukan suatu hal yang ditentukan oleh orang luar melainkan oleh warga kebudayaan yang bersangkutan itu sendiri.
Aneka warna kebudayaan suku bangsa di dunia dibedakan berdasarkan kriteria mata pencaharian, yaitu: Masyarakat pemburu dan peramu, Masyarakat Peternak, Masyarakat peladang, Masyarakat Nelayan, dan Masyarakat Perkotaan.
Daerah-daerah kebudayaan di Amerika Utara yaitu: Daerah kebudayaan Eskimo, Daerah Kebudayaan Yukon-Mackenzie, Daerah Kebudayaan Pantai Barat Laut, Daerah Kebudayaan Dataran Tinggi, daerah kebudayaan Plains, daerah kebudayaan hutan Timur, daerah kebudayaan Dataran Kalifornia, daerah kebudayaan Barat Daya, darerah kebudayaan Tenggara, dan daerah kebudayaan Meksiko.
Daerah kebudayaan di Asia, yaitu: Daerah kebudayaan Asia Tenggara, Asia Selatan, Asia barat Daya, China, Stepa Asia Tengah, Siberia, Asia Timur Laut, dan Suku-suku Bangsa di Indonesia.
Dalam zaman sekarang ini, dimana komunikasi manusia dan mobilitas manusia seluruh penjuru bumi makin meluas maka pembauran antara manusia dari aneka warna ras, bahasa dan kebudayaan  makin intensif.

B.         Saran
Sebagai penyusun, kami merasa masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, maka dari itu kami sebagai penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang budiman.





-          KAUKASOID : Golongan manusia yang mempunyai cirri-ciri fisik yaitu kulit putih, tinggi badan sedang sampai  jangkung, rambut lurus sampai berombak, mata biru muda sampai cokelat tua, hidung biasanya mancung, dan badan biasanya berbulu. Contoh: Arab, Afganistan, Turky
-          MONGOLOID : Golongan manusia yang mempunyai cir-ciri: rambut berwarna hitam, lurus, kelopak mata yang unik (mata sipit), lebih kecil dan pendek dari ras kaukasoid. Contoh: China, Korea, Jepang, Tibet, Nepal, Taiwan, Thailand, Indonesia.
-          KOMPLEKS : Mengandung beberapa unsur yang pelik, sulit dan rumit dan saling berhubungan.
-          MERAMU : Mencari dan mengumpulkan bahan-bahan (akar-akaran, kayu-kayuan) yang diperlukan
-          KOMPERATIF : bersifat perbandingan atau menyatakan perbandingan.
-          KOMPETITIF : Bersifat persaingan
-          ORNAMENT : Huiasan dari arsitektur, kerajinan tangan dsb. Lukisan, perhiasan dsb. Hiasan yang digambar atau dipahat (pada candi, gereja atau gedung lain).
-          TJOTENISME/TOTEMISME : Kepercayaan bahwa hewan tertentu dianggap suci dan dipuja karena memiliki kekuatann tertentu.
-          FEDERASI : Gabungan dari beberapa perhimpunan yang bekerjasama dan seakan-akan satu badan tetapi tetap berdiri sendiri.
-          Paleo-Mongoloid
-          Sino-Tibotani
-          Austronaesia